Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh... Ukhuwah islamiyah..

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh... Ukhuwah islamiyah.. saudara seiman.. uhibbukum fillah, lillah , Ilallah

Friday, 1 June 2012

Cinta Halaqoh karena Allah


  

Tarbiyah bukanlah segala-galanya, tetapi segala-galanya dimulai dari tarbiyah. Itulah hal yang pernah kita dengar menyangkut tentang uraian pencapaian dalam kehidupan. Tentunya yang dimaksud dengan segala-galanya adalah pencapaian kebenaran dan kebaikan yang istimewa. Dimana setiap orang memiliki impian terutama mencakup kesuksesan di dunia dan di akhirat. Kesuksesan itu tidak mudah diraih begitu saja, maka dimulai dari tarbiyah lah segalanya bisa dicapai. Insya Allah.





Maka setiap orang yang pernah, sedang, dan akan terus berada dalam jamaah pastinya senantiasa berikhtiar mencari dan menghidupkan aktivitas yang sejalan dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasul yang dimulai dari halaqah-halaqah. Halaqah menjadi suatu jaminan bagi seseorang untuk membentuk karakter dan pribadi sebagai insan yang bersalimul aqidah, shahihul ibadah dan seterusnya (karakter muslim).
Kebutuhan tentang halaqah haruslah sering dipertanyakan dalam diri. Pada fitrahnya, kita memiliki kebutuhan fisik yang bisa dipenuhi dengan substansi yang bersifat material, ruhiyah yang dipenuhi dengan substansi yang tidak hanya melibatkan lima indera, tetapi juga terkait kebutuhan jiwa, dan kebutuhan fikriyah yang bisa terpenuhi dengan penambahan ilmu atau wawasan.

Jika ketiga kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, pasti ada gejolak permasalahan yang timbul dalam diri. Seperti halnya, fisik, ruhiyah dan fikriyah pun memiliki kebutuhan primer yang tidak bisa ditunda pemenuhannya. Maka untuk memenuhi kebutuhan itu dimulailah dengan halaqah. Halaqah adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan fisik, ruhiyah dan fikriyah. Meskipun pada akhirnya setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu kadarnya dikembalikan lagi pada diri masing-masing.
Maka halaqah merupakan bagian dari hal paling penting dan paling dibutuhkan bagi setiap orang yang menyadarinya. Ketika halaqah menjadi prioritas utama dari setiap aktivitas, berarti seseorang telah menyadari pentingnya halaqah. Pemahaman dan pentingnya halaqah pun akan terus berkembang seiring perjalanannya dalam tarbiyah. Tidak menutup kemungkinan setiap orang mengalami degradasi dalam halaqahnya. Ada yang pindah kelompok, ganti murabbi, pindah wilayah atau semacamnya. Namun, pada akhirnya pengaruh halaqah dalam kehidupan seseorang bergantung pada pemahaman dan caranya menghidupkan halaqah.

Setiap orang akan membandingkan halaqah saat bersama sejumlah A dengan sejumlah B. Yang perlu diingat adalah bahwa perbandingan itu haruslah menjadi evaluasi cara menghidupkan halaqah. Bukan menjadi kritikan yang malah menurunkan semangat diri untuk hadir dalam halaqah. Seringkali terkonsep bahwa menghidupkan halaqah adalah tanggung jawab murabbi. Padahal binaan atau mutarabbi pun turut andil dalam menghidupkan halaqah. Inilah yang seharusnya dipikirkan oleh setiap orang yang menyadari pentingnya halaqah.

Jika seseorang mengharapkan dengan halaqahnya dapat meningkatkan kualitas ruhnya maka hal yang pertama harus dilakukan adalah mengisi amunisi ruhiyah sebelum halaqah. Karena akan sulit bagi seseorang menerima kekuatan ruhiyah yang luar biasa jika ruhiyah nya kosong. Bayangkan saja ruh yang sedang galau karena kurang tilawah, tidak ada qiyamul lail, tidak ada saum, tidak ada amalan pribadi, pikiran semrawut karena banyak beban yang harus ditanggung, bagaimana mungkin keadaan seperti itu bisa terkondisikan untuk menangkap ruhiyah yang luar biasa.


Pada intinya pertanyaan mengenai sudahkah kita halaqah, bukan saja mengenai kehadiran kita dalam halaqah tetapi juga terkait bagaimana menghidupkan halaqah, baik di dalam maupun di luar halaqah. Tidak perlu mengandalkan murabbi untuk menghidupkan halaqah karena kita pun bisa turut berperan dalam menghidupkannya.
Murabbi adalah seseorang yang patut kita hormati dan kita banggakan, tetapi tidak dengan mengkultuskannya. Jika hanya karena ketidakcocokan dengan murabbi atau teman sehalaqahnya seseorang menjadi enggan atau tidak menghadiri halaqah maka harus dipertanyakan lagi pemahamannya tentang tarbiyah. Wajar jika seseorang yang masih mentoring melakukan hal seperti ini, karena memang pemahamannya masih belum pada kapasitasnya.

Bila ada hal yang tidak disukai atau ketidakcocokan dari murabbi atau teman halaqah maka hal ini merupakan bagian dari ujian. Ujian apakah bisa bertahan dan tetap berjuang di jalan dakwah ini atau malah mundur ke belakang dari barisan. Dan hal yang perlu dievaluasi dari ketidakcocokan itu adalah apakah disebabkan karena sensitivitas diri atau pandangan subjektif terhadap seseorang.

Jangan sampai ketidakcocokan itu menghalangi kita untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Bukankah dari halaqah kita bisa merasakan nikmat-Nya dengan menjalin ukhuwah. Bukankah dengan halaqah kapasitas ilmu kita semakin bertambah. Bukankah dengan halaqah ada penjagaan diri untuk meminimalisir kekhilafan sebagai manusia. Bukankah dengan halaqah kita bisa merasakan nikmatnya perjuangan dakwah meski tidak seberat dan sebesar perjuangan Rasulullah. Bukankah dengan halaqah kita bisa menempa diri untuk mempersiapkan kehidupan. Bukankah dengan halaqah kita bisa menyusun kehidupan akhirat yang semoga bisa lebih indah. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan. (dakwatuna.com)