Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh... Ukhuwah islamiyah..

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh... Ukhuwah islamiyah.. saudara seiman.. uhibbukum fillah, lillah , Ilallah

Saturday 2 June 2012

H-1 to 20th years old (Jangan biarkan umur berlalu tanpa amal)


doa2 Jangan biarkan umur berlalu tanpa amal

Firman Allah Ta’ala: “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari (setetes) air benih, kemudian dari sebuku darah beku, kemudian dari seketul daging; kemudian Dia mengeluarkan kamu berupa kanak-kanak; kemudian kamu (dipelihara) hingga sampai ke peringkat umur dewasa; kemudian kamu (dipanjangkan umur) hingga sampai menjadi tua dan (dalam pada itu) ada di antara kamu yang dimatikan sebelum itu. (Allah melakukan kejadian yang demikian) supaya kamu sampai ke masa yang ditentukan (untuk menerima balasan) dan supaya kamu memahami (hikmat-hikmat kejadian itu dan kekuasaan Tuhan).” (Surah Al-Mu’min : 67). 




Syaikh Ibnu ‘Athaillah mengatakan: “Apa yang telah luput dari umurmu itu tidak akan ada ganti baginya. Dan apa yang telah berhasil bagimu dari umurmu itu, tidak ternilai harganya. “ Usia manusia bagaikan awan yang berlalu. Sekali melintas maka selama-lamanya dia tidak pernah kembali. Oleh yang demikian, selagi hayat dikandung badan dan selagi kita mempunyai kesempatan, maka gunakanlah umur yang demikian amat berharga itu untuk melakukan dan mengumpulkan amal kebajikan sebanyak-banyaknya. Sungguh rugi seseorang manusia yang tidak menggunakan usianya dengan baik. Kesempatan itu hanya datang sekali, setelah itu kita akan dihadapkan kep ada Allah Ta’ala untuk mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah lakukan selama hidup di dunia ini. 


kita perhatikanlah firman Allah Ta’ala, yang berbunyi: Terjemahan: “Demi masa  Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih dan memberi nasihat dengan kebenaran dan memberi nasihat dengan kesabaran. “(Surah Al-’Asr: 1-3) 


Begitu pentingnya masa (usia) itu, hinggakan Allah bersumpah dengannya Sehubungan dengan hal ini, Imam Syafi’i pernah mengatakan: “Jika sekiranya Al-Quran itu terdiri dari satu surat saja, maka surat Al-’Asr sudah cukup untuk menjadi pedoman kehidupan manusia.” 






Adapun mutiara yang dapat kita raih adalah sebagai berikut: * Iman sebagai landasan hidup Semenjak kecil, kita sudah diajar dan disuruh untuk menghafal rukun iman yang enam, yakni percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat-Nya, percaya kepada kitab-kitab-Nya, percaya kepada rasul-Nya, percaya kepada hari kiamat dan percaya kepada qada ‘dan qadar dari Allah. Bagaimanapun, rukun iman itu tidak memadai kalau hanya dihafal saja Tetapihendaklah ia diresapkan ke dalam hati kemudian dibuktikan dengan amal perbuatan. 










Renungkan firman Allah Ta’ala:  ”Tidakkah engkau melihat bagaimana Allah mengemukakan satu perbandingan, iaitu kalimah yang baik adalah sebagai sebatang pohon yang baik, yang akar tunjangnya tetap teguh, dan cabang pucuknya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap waktu dengan izin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia, supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang tidak berguna yang terjungkit akar-akarnya dari bumi tidak ada tapak baginya untuk tetap hidup. Allah menetapkan pendirian orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan dunia dan akhirat; dan Allah menyesatkan orang yang berlaku lalim, dan Allah berkuasa melakukan apa yang dikehendaki-Nya. “(Surah Ibrahim: 24-27)


 Iman sebagai landasan hidup, adalah bagaikan pohon yang akarnya menghunjam ke dalam bumi, berdaun rindang (rimbun), berbuah lebat dan batangnya tegak dengan kukuhnya. Pohon seperti ini tidak akan tumbang walaupun dilanda oleh angin kencang Daunnya yang rindang dijadikan tempat berteduh, batangnya dijadikan tempat bersandar dan buahnya untuk dimakan. Secara keseluruhannya, pohon itu mendatangkan manfaat yang amat besar kepada manusia. 


Demikian juga dengan iman. 


Sebagai seorang yang beriman, hendaknya kita tidak mudah terumbang ambing oleh suatu keadaan, yang sekaligus mendatangkan keberkahan dan manfaat kepada manusia. * Mengerjakan amal salih Menurut ajaran Islam, amal salih itu amat luas sekali. Bahkan segala sesuatu yang dapat mendatangkan kebaikan apabila dikerjakan (menurut syariat Al-Quran dan Sunnah), baik untuk diri sendiri, anggota keluarga maupun orang lain, adalah tergolong dalam amal salih. 


* Saling menasihati dengan kebenaran Di dalam Al-Quran, surah Al-Ra’d ayat 17: “Ia menurunkan air dari langit, lalu membanjiri tanah-tanah lembah menurut kadarnya, kemudian banjir itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa yang dibakar di dalam api untuk membuat perhiasan atau perangkat keras, juga timbul buih seperti itu. Demikianlah Allah memberi misal perbandingan tentang perkara yang benar dan salah. Adapun buih itu, akan hilang ia tak berharga, manakala benda-benda yang berfaedah kepada manusia maka ia tetap tinggal di bumi. 




Demikianlah Allah menerangkan misal perbandingan. ” Allah Ta’ala mengumpamakan kebenaran itu bagaikan air hujan dan kebatilan itu bagaikan buihnya. Maka air hujan itu akan mendatangkan manfaat yang besar bagi manusia, sedangkan buihnya akan lenyap tanpa bekas. Oleh yang demikian, kebenaran harus selalu ditegakkan, walaupun untuk melakukannya itu diperlukan perjuangan dan pengorbanan yang besar. 


* Saling menasihati dengan kesabaran Sabar adalah tahan menderita terhadap sesuatu yang tidak disenanginya, dan merasa redha terhadap segala sesuatu yang menimpa. Ikhlas dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah setelah berikhtiar dan mengusahakan yang terbaik. Dari penjelasan surah Al-’Asr di atas, jelaslah bagi kita bahwa orang-orang yang mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya dengan sebaik-baiknya, akan beruntung sebesar-besarnya. Akhirnya marilah kita renungkan pula sebuah syair para ahli hikmah berikut ini: “Aku t angisi zaman muda yang telah pergi. “Kiranya muda, bilakah akan kembali lagi kepada kami? Sekiranya muda dapat dijual, maka akan ku bayar ke penjualnya berapapun harga yang dikehendaki-Nya. Tetapi masa muda itu, bila dia telah pergi menjauh, maka dia tidak akan kembali lagi … 




“ Sumber : 



Matan al-Hikam Syaikh Ibnu ‘Athaillah Al-Sukandar

Sumber: http://www.2lisan.com/2033/jangan-biarkan-umur-berlalu-tanpa/

Friday 1 June 2012

Cinta Halaqoh karena Allah


  

Tarbiyah bukanlah segala-galanya, tetapi segala-galanya dimulai dari tarbiyah. Itulah hal yang pernah kita dengar menyangkut tentang uraian pencapaian dalam kehidupan. Tentunya yang dimaksud dengan segala-galanya adalah pencapaian kebenaran dan kebaikan yang istimewa. Dimana setiap orang memiliki impian terutama mencakup kesuksesan di dunia dan di akhirat. Kesuksesan itu tidak mudah diraih begitu saja, maka dimulai dari tarbiyah lah segalanya bisa dicapai. Insya Allah.





Maka setiap orang yang pernah, sedang, dan akan terus berada dalam jamaah pastinya senantiasa berikhtiar mencari dan menghidupkan aktivitas yang sejalan dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasul yang dimulai dari halaqah-halaqah. Halaqah menjadi suatu jaminan bagi seseorang untuk membentuk karakter dan pribadi sebagai insan yang bersalimul aqidah, shahihul ibadah dan seterusnya (karakter muslim).
Kebutuhan tentang halaqah haruslah sering dipertanyakan dalam diri. Pada fitrahnya, kita memiliki kebutuhan fisik yang bisa dipenuhi dengan substansi yang bersifat material, ruhiyah yang dipenuhi dengan substansi yang tidak hanya melibatkan lima indera, tetapi juga terkait kebutuhan jiwa, dan kebutuhan fikriyah yang bisa terpenuhi dengan penambahan ilmu atau wawasan.

Jika ketiga kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, pasti ada gejolak permasalahan yang timbul dalam diri. Seperti halnya, fisik, ruhiyah dan fikriyah pun memiliki kebutuhan primer yang tidak bisa ditunda pemenuhannya. Maka untuk memenuhi kebutuhan itu dimulailah dengan halaqah. Halaqah adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan fisik, ruhiyah dan fikriyah. Meskipun pada akhirnya setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu kadarnya dikembalikan lagi pada diri masing-masing.
Maka halaqah merupakan bagian dari hal paling penting dan paling dibutuhkan bagi setiap orang yang menyadarinya. Ketika halaqah menjadi prioritas utama dari setiap aktivitas, berarti seseorang telah menyadari pentingnya halaqah. Pemahaman dan pentingnya halaqah pun akan terus berkembang seiring perjalanannya dalam tarbiyah. Tidak menutup kemungkinan setiap orang mengalami degradasi dalam halaqahnya. Ada yang pindah kelompok, ganti murabbi, pindah wilayah atau semacamnya. Namun, pada akhirnya pengaruh halaqah dalam kehidupan seseorang bergantung pada pemahaman dan caranya menghidupkan halaqah.

Setiap orang akan membandingkan halaqah saat bersama sejumlah A dengan sejumlah B. Yang perlu diingat adalah bahwa perbandingan itu haruslah menjadi evaluasi cara menghidupkan halaqah. Bukan menjadi kritikan yang malah menurunkan semangat diri untuk hadir dalam halaqah. Seringkali terkonsep bahwa menghidupkan halaqah adalah tanggung jawab murabbi. Padahal binaan atau mutarabbi pun turut andil dalam menghidupkan halaqah. Inilah yang seharusnya dipikirkan oleh setiap orang yang menyadari pentingnya halaqah.

Jika seseorang mengharapkan dengan halaqahnya dapat meningkatkan kualitas ruhnya maka hal yang pertama harus dilakukan adalah mengisi amunisi ruhiyah sebelum halaqah. Karena akan sulit bagi seseorang menerima kekuatan ruhiyah yang luar biasa jika ruhiyah nya kosong. Bayangkan saja ruh yang sedang galau karena kurang tilawah, tidak ada qiyamul lail, tidak ada saum, tidak ada amalan pribadi, pikiran semrawut karena banyak beban yang harus ditanggung, bagaimana mungkin keadaan seperti itu bisa terkondisikan untuk menangkap ruhiyah yang luar biasa.


Pada intinya pertanyaan mengenai sudahkah kita halaqah, bukan saja mengenai kehadiran kita dalam halaqah tetapi juga terkait bagaimana menghidupkan halaqah, baik di dalam maupun di luar halaqah. Tidak perlu mengandalkan murabbi untuk menghidupkan halaqah karena kita pun bisa turut berperan dalam menghidupkannya.
Murabbi adalah seseorang yang patut kita hormati dan kita banggakan, tetapi tidak dengan mengkultuskannya. Jika hanya karena ketidakcocokan dengan murabbi atau teman sehalaqahnya seseorang menjadi enggan atau tidak menghadiri halaqah maka harus dipertanyakan lagi pemahamannya tentang tarbiyah. Wajar jika seseorang yang masih mentoring melakukan hal seperti ini, karena memang pemahamannya masih belum pada kapasitasnya.

Bila ada hal yang tidak disukai atau ketidakcocokan dari murabbi atau teman halaqah maka hal ini merupakan bagian dari ujian. Ujian apakah bisa bertahan dan tetap berjuang di jalan dakwah ini atau malah mundur ke belakang dari barisan. Dan hal yang perlu dievaluasi dari ketidakcocokan itu adalah apakah disebabkan karena sensitivitas diri atau pandangan subjektif terhadap seseorang.

Jangan sampai ketidakcocokan itu menghalangi kita untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Bukankah dari halaqah kita bisa merasakan nikmat-Nya dengan menjalin ukhuwah. Bukankah dengan halaqah kapasitas ilmu kita semakin bertambah. Bukankah dengan halaqah ada penjagaan diri untuk meminimalisir kekhilafan sebagai manusia. Bukankah dengan halaqah kita bisa merasakan nikmatnya perjuangan dakwah meski tidak seberat dan sebesar perjuangan Rasulullah. Bukankah dengan halaqah kita bisa menempa diri untuk mempersiapkan kehidupan. Bukankah dengan halaqah kita bisa menyusun kehidupan akhirat yang semoga bisa lebih indah. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan. (dakwatuna.com)